Oleh : Muhammad Zulkifly Rasyid / Mu
6
Tidak diragukan lagi, masing-masing kita
mendambakan terciptanya suasana kebahagiaan, kebersamaan, dan ketentraman baik
dalam urusan dunia maupun agama bahkan negara. Banyak usaha yang dilakukan, meskipun nyatanya tidak menghasilkan apa
yang diharapkan. Sementara kita meyakini bahwa
tidak ada satu kesulitan pun kecuali pasti ada jalan keluarnya.
Allah berfirman, “Sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS Asy Syarhu / Alam Nasyrah: 6).
Allah
juga berfirman, “Dan
barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya
kemudahan dalam urusannya.” (QS Ath Thalaq: 4). Rasulullah SAW juga
bersabda dalam hadits Ibnu Abbas, “Ketahuilah, bahwasanya kemenangan bersama kesabaran, kelapangan bersama
kesempitan dan sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.”
Sudah
saatnya untuk kita bercermin kepada segala upaya yang dikerahkan dalam membina
kehidupan di keluarga, lingkungan, masyarakat, dan lebih luasnya lagi negara.
Sudahkah kita jujur kepada Allah dan KitabNya, kepada Rasulullah SAW dan Sunnahnya, dalam hal aqidah,
akhlaq, ibadah, dan muamalah? Dimana hal ini adalah pintu masuk ruang
kebahagiaan dan kebersamaan.
Para
pembaca -semoga dirahmati Allah- Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul yang terakhir, tidaklah
meninggalkan umatnya kecuali telah menerangkan apa yang dibutuhkan mereka dalam
membangun kehidupan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat, inilah kesempurnaan agama.
Allah
berfirman, “Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatku dan
telah Kuridhai Islam itu jadi
agama bagimu.” (QS Al
Maaidah: 3).
Allah
juga berfirman, “Dan
Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu.” (QS An Nahl: 89). Dalam hadits
yang diriwayatkan Abu Daud, Tirmidzi, Ahmad, dan Ibnu Majah, serta Ad Darimy
dari sahabat Abu Najih Al Irbadh bin Sariyah berkata, “Rasulullah SAW telah memberi nasehat kepada
kami dengan satu nasehat yang menggetarkan hati dan mencucurkan air mata. Maka
kami bertanya, “Wahai
Rasulullah! Seakan-akan nasehat ini adalah nasehat yang terakhir maka berilah
kami wasiat.” Nabi
bersabda, “Aku wasiatkan padamu agar
tetap bertaqwa kepada Allah, serta tetap mendengar perintah dan taat, walaupun
yang memerintah kamu itu seorang budak, maka sesungguhnya orang yang masih
hidup di antaramu nanti akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib
atasmu memegang teguh akan sunnahku dan perjalanan para khulafa ar rosyidin yang diberi petunjuk,
peganglah olehmu sunnah-sunnah itu dengan kuat dan jauhilah olehmu bid'ah,
sesungguhnya segala bid'ah itu sesat.”
Sungguh
Rasulullah SAW
telah
memberikan nasehat yang agung dan wasiat yang sempurna ini kepada umat Islam
dimana beliau beliau menunjukkan mereka kepada perkara-perkara yang besar,
tidak akan tegak urusan dien dan dunia kecuali dengan komitmen terhadapnya dan
mengikutinya. Tidak ada jalan keluar dari problematika kehidupan, kecuali dengan mengamalkannya
dengan seksama di zaman yang dipenuhi dengan tipu daya, dibenarkannya para
pendusta dan didustakannya orang-orang yang jujur, serta dipercayanya para
pengkhianat dan dikhianatinya orang-orang terpercaya.
Sungguh
sangat disesalkan tatkala terlihat mayoritas umat Islam sudah tidak bersandar
lagi kepada Al Qur'an tidak pula kepada Sunnah dalam aqidahnya, di saat
semaraknya orang-orang yang berhati setan dan bertubuh manusia serta memuncaknya
kebid'ahan-kebid'ahan. Adapun wasiat-wasiat yang disampaikan Rasulullah SAW itu ialah:
Pertama:
tidak ada dien kecuali dengan taqwa yaitu taat kepada Allah, melaksanakan
perintah-perintahNya dan menjauhi laranganNya. Taqwa adalah sebab dipermudahnya
segala urusan dien dan dunia serta dibukanya berkah dari langit dan bumi. Allah
berfirman, "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa,
pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi."
(QS Al A'raaf: 96).
Kedua:
tidak akan tegak urusan-urusan umat baik dunia maupun dien kecuali dengan
pemimpin yang sholeh, adil, menuntun mereka kepada Kitab dan Sunnah Rasulullah,
menerapkan di tengah-tengah mereka syariat Allah, mengatur barisannya dan
menyatukan kalimatnya serta mengangkat bagi mereka bendera jihad untuk
meninggikan kalimat Allah. Sedangkan atas umat agar menerima dengan penuh taat
baik dalam hal yang disukai maupun dibenci, selama pemimpin itu istiqomah di
atas perintah Allah dan menjalankan hukum-hukumNya.
Islam
mewajibkan taat dalam hal yang ma'ruf (baik) atas umat terhadap waliyul
amri/pemerintah sekalipun mereka bermaksiat, selama kemaksiatannya tidak sampai
pada kekafiran demi
merealisasikan kemashlahatan Islam dan kaum muslimin,
menjaga kesatuannya dan melindungi darah-darahnya.
Ketiga:
Wasiat Rasulullah SAW
mencakup sikap yang harus dilakukan umat dari perselisihan dan terhadap orang
yang menyelisihi Al-Haq,
beliau menunjuk agar berpegang teguh dengan Al Haq dan kembali kepada manhaj
yang benar, manhaj Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dan para khulafa ar
rosyidin RA. Tidaklah Sunnah dan manhaj mereka kecuali Kitabullah serta Sunnah
Rasulullah yang suci. Allah berfirman, “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk
Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dan mereka pun ridho
kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah
kemenangan yang besar.” (QS At
Taubah: 100). Inilah solusi yang benar yang dapat menghentikan perselisihan
dengan cara yang diridhoi Allah.
Keempat:
Wasiat Rasulullah SAW juga
meliputi peringatan terhadap bid'ah, sangat sering beliau memperingatkan
umatnya dari bahaya dan kerusakan yang ditimbulkannya dengan penjelasan yang gamblang
bahwa bid'ah adalah kesesatan.
Para
pembaca -semoga dirahmati Allah- demikianlah kita mesti memulai untuk
menyadarkan dan mendidik setiap diri-diri kita agar kembali kepada wasiat Allah
dan RasulNya, kembali kepada konsep hidup nabawi, bersungguh-sungguh untuk
menegakkan ibadah kepada Allah dan membuktikannya, sehingga akan terciptalah
kebaikan dalam diri kita, dalam diri istri-istri kita, dan dalam keluarga kita.
Ketahuilah bahwa baiknya diri adalah baiknya
keluarga, baiknya keluarga adalah
baiknya masyarakat, baiknya masyarakat adalah baiknya
lingkungan, baiknya lingkungan adalah
baiknya negara, baiknya
negara adalah baiknya umat, baiknya umat adalah baiknya alam secara keseluruhan bi idznillah.
Wal ‘ilmu ‘indalllah.
0 comments:
Post a Comment