Sunday, September 8, 2013

Ucapan dan Perbuatan Tidak Jauh dari Isi Pikiran Seseorang

Oleh : Yusuf Mahmudi / PAI 6


Manusia dikatakan ada kehidupanya karena terdapat ruh, yang bersemayam didalam jasat atau tubuh. Kemudian bermula dari pikiranlah tubuh ini bergerak dan berbuat. Sehingga, jika yang terlintas dalam pikiran seseorang adalah suatu kebaikan, keutamaan, kemanfaatan, maka hasilnya adalah perbuatan yang mendatangkan kemaslahatan, begitupula sebaliknya. Karenanya, ulama klasik Abul Wafa Ali Ibnu Uqail dengan  kitabnya al-Funuun selalu mengarahkan pikirannya kepada hal-hal yang bermanfaat. Beliau mengatakan, “Sesungguhnya aku tak ingin membiarkan diriku membuang-buang waktu meski hanya sesaat dalam hidupku. Sampai-sampai apabila lidahku berhenti berdzikir atau berdiskusi, pandangan mataku juga berhenti membaca, segera aku mengaktifkan pikiranku kala beristirahat sambil berbaring. Ketika aku bangkit, pasti sudah terlintas sesuatu yang akan kutulis.” (Al-Muntazham,  Ibnu al-Jauzi).

Seperti dikatakan “Ucapan dan perbuatan Tidak Jauh dari Isi Pikiran Seseorang’’, memang benar adanya bahwa dengan melihat perkataan yang keluar dari mulut seseorang dan perbuatan yang dilakukan seseorang kita sudah dapat menilainya apakah pikirannya kotor atau baik, meskipun kita baru mengenalnya.
Betapa pentingnya pengaruh yang timbul dari pikiran, hingga banyak sekali ayat-ayat al-Qur’an yang menganjurkan kita untuk menggunakan pikiran untuk hal yang mempunyai nilai bagi kehidupan. Dan banyak pula ayat yang berupa teguran, peringatan atau bahkan celaan bagi orang yang tidak memanfaatkan pikirannya. Baik dengan kalimat “afalaa ta’qiluun…afalaa tatafakkaruun…afalaa tubshiruun” dan semisalnya.
Berfikir tentang ke-Esa-an Allah
Menghabiskan banyak waktu dengan tayangan film dan televisi yang tidak berkualitas, membuang waktu hanya untuk bermain game, begadang tidak jelas, malas malasan,atau bahkan seseorang yang hanya mencari kesenangan disaat mudanya, inilah gambaran seseorang yang lupa untuk memperjuangkapan kehidupanya, apa target yang ingin ia capai,’ karenanya ada ungkapan menarik Time Is Live’’ waktu adalah kehidupan, barangsiapa menyia- siakan waktu, maka dia telah menyia-siakan kehidupanya, dan secara tidak langung dia telah mempermainkan kehidupanya. Sungguh ironi sekali, semoga hal tersebut tidak terjadi bagi para penuntut ilmu.
Sehingga tidak mungkin seorang hamba yang dekat dengan Tuhanya mempunyai kebiasaan sehari-hari mengisi pikiran dengan tayangan- tayangan yang tidak memberi arti bagi kehidupannya, atau banyak menghabiskan waktu untuk hal tidak bermanfaat dan semisalnya. Selalu terjaga dari hal yang melalaikan serta selalu mengingat, berdzikir, melakukan perbuatan terbaiknya disaat sepinya perjalanan dan lingkungan yang tidak bersahabat, memikirkan penciptaan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya. Allah Berfirman,
 Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. dan Sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan Pertemuan dengan Tuhannya.” {ar Rum : 8}.
Melalui ayat ini Allah  menjelaskan, kelalaian dan  pengingkaran  tersebut disebabkan karena keengganan mereka untuk berfikir dan menelaah lebih dalam yang akhirnya menyebabkan ketidak-tahuan mereka tentang ke-Esa-an Allah SWT, ini ditegaskan oleh bentuk penciptaan Allah yang selalu menciptakan dengan bentuk terbaik, serta dibuktikan dengan tersusunnya beribu-ribu sel yang menyusun tubuh mereka sebagai alat pencernaan, pernafasan, dan sebagainya.
Melalui ayat ini Allah s.w.t memperingati manusia untuk memikirkan proses penciptaan  mereka, karena dengan hal tersebut manusia akan menemukan penegasan ke-Esa-an Allah dalam seluruh penciptaan alam semesta, dengan hal itu pula manusia akan mampu menyadari makna dan hakikat seluruh penciptaan alam semesta dan penegasan bahwa seluruhnya hanyalah sementara, sehingga bukan hal sia-sia yang tidak bermanfaat bagi diri seorang hamba memenuhi ruang berfikirnya.

Dari isi pikiran ke perbuatan
Tercatat dalam sebuah ingatan tentang kefaqihan para ulama akan ilmunya, dan ternyata itu bukan sekedar omong kosong belaka, semuanya tampak jelas dari buku-buku agama yang dibaca oleh para ulama tersebut demikian banyaknya, sehingga apabila dimuatkan diatas kuda atau unta maka perlu beberapa ekor untuk memindahkan buku-bukunya.
Begitu juga seseorang yang mempunyai hobby mengisi pikiran mereka dengan hal-hal tidak baik, membaca buku dan menonton hal-hal tabu, menyebabkan sistem bawah sadar mereka menggerakan agar melakukan perbuatan-perbuatan tersebut sesuai dengan gambar yang tertangkap oleh memori pikiran. Maka disanalah tampak jelas hubungan antara perbuatan-perbuatan mereka dengan isi otak mereka.
Itulah bahaya pandangan yang merupakan asal muasal seluruh musibah yang menimpa manusia. Sebab, pandangan itu akan melahirkan lintasan dalam benak, kemudian lintasan itu akan melahirkan pikiran, dan pikiran itulah yang melahirkan syahwat, dan dari syahwat itu timbullah keinginan. Kemudian keinginan ini menjadi kuat dan berubah menjadi niat yang bulat. Akhirnya, apa yang tadinya hanya melintas dalam pikiran menjadi kenyataan dan itu pasti akan terjadi selama tidak ada yang menghalanginya. Oleh karenanya, dikatakan oleh sebagian ahli hikmah, bahwa: “Bersabar dalam menahan pandangan mata (bebannya) adalah lebih ringan dibanding harus menanggung beban penderitaan yang ditimbulkannya.”
Sehingga tidaklah mengherankan jika di negri ini, yang mempunyai populasi masyarakat  muslim terbesar di dunia, tetapi kasus asusila begitu maraknya sebagai akibat yang diawali dari banyak penduduknya yang mengkonsumsi dan mengisi otaknya dengan hal-hal tabu. Dari perbuatan maksiat tersebut yang menimbulkan pikiran kacau bagi pelakunya, timbul perasaan bersalah, risau, kegundahan hati dan sebagainya yang pada akhirnya membuat pikiran tidak jernih dan membuatnya susah untuk menerima ilmu.
Allah berfirman: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna(Al-Mukminun: 1-4).
Periksalah otak anda, apakah isinya? Apakah isinya buku- buku tentang pendidikan, tentang keagamaan, bisnis atau buku-buku yang tidak baik. Oleh karena itu, mudahnya jika seseorang menginginkan dirinya menjadi sesuatu, salah satunya adalah dengan melihat berapa banyak buku yang dibacanya. Jika ingin menjadi ulama tinggal menimbang sendiri, seberapa banyak buku-buku keagamaan yang telah dikonsumsi? Berapa banyak pemuka agama yang ia kenal? dan sebagainya.

Pikiran yang orientasinya adalah untuk Allah 
Sepadat apapun kegiatan kita, ada baiknya kita meluangkan waktu sejenak untuk memikirkan apa yang telah diperbuat diri ini, sehingga kita bisa mengetahui segala hal yang ada dalam hati dan pikiran kita. Menilai diri juga berguna untuk membuka wawasan seluas-luasnya dan selalu mengembangkan pikiran-pikiran positif. Disinilah peran sahabat atau orang lain dibutuhkan; untuk memberikan saran dan masukanya. Sehingga, kita bisa menjaga keselarasan antara hati, pikiran dan perbuatan. Jadikan kritikan sebagai energy terbesar untuk menjadikan hati dan pikiran kita memiliki sudut pandang yang luas. Masukan dan kritikan orang lain justru akan menjadi penyeimbang untuk menemukan kebenaran universal, karena hati dan pikiran kita pun terkadang tidak berjalan selaras.
Disinilah akan diketahui, siapa orang tinggi, siapa orang yang sukses dan siapa orang yang merugi. Dan sebaik-baik pikiran, ide-ide, dan perbuatan paling mulia serta bermanfaat ialah yang orientasinya hanya untuk Allah semata.
Pikiran yang orientasinya adalah untuk Allah  ini bermacam-macam:
Pertama : Memikirkan ayat-ayat Allah yang telah diturunkan dan berusaha untuk memahami maksud Allah dari ayat-ayat tersebut; dan memang untuk itulah Allah menurunkannya; tidak hanya sekedar untuk dibaca saja, namun membaca itu hanya media saja.
Sebagian ulama Salaf mengatakan: “Allah menurunkan Al-Qur’an untuk diamalkan, maka jadikanlah bacaan Al-Qur’an itu sebagai amalan.”
Kedua : Memikirkan dan memperhatikan ayat-ayat atau tanda-tanda kebesaranNya yang dapat dilihat langsung; dan menjadikannya sebagai bukti akan nama-nama Allah, sifat-sifat, hikmah, kebaikan dan kemurahanNya. Dan Allah sendiri telah mendorong hamba-hambaNya untuk merenungkan tanda-tanda kebesaranNya, memikirkan dan memahaminya; Allah menegur dan mencela orang yang melalaikannya.
Ketiga: Memikirkan nikmat, kebaikan dan berbagai karunia yang Dia limpahkan kepada seluruh makhlukNya, dan merenungkan keluasan rahmat, ampunan dan kasih sayangNya.
Tiga hal di atas akan dapat mendorong lahirnya dari hati seorang hamba- ma’rifatullah (pengetahuan tentang Allah), kecintaan, serta perasaan cemas dan harap kepada-Nya. Dan bila tiga hal tadi dilakukan dengan kontinyu, disertai dengan dzikir kepada Allah, maka hati seorang hamba akan tercelup secara sempurna dengan ma’rifah dan kecintaan kepadaNya.
Keempat : Memikirkan aib, kelemahan yang ada pada jiwa dan amal perbuatan diri sendiri. Hal ini akan memberikan manfaat yang sangat besar. Ini merupakan pintu segala kebaikan. Ini juga sangat berperan dalam mengalahkan hawa nafsu yang selalu memerintahkan kejelekan. Bila nafsu yang jahat itu dapat dikalahkan maka nafsu muthmainnah (jiwa yang tenang)lah yang akan hidup, bangkit dan menjadi penentu segala keputusan. Lalu hatipun menjadi hidup dan kebijakan ada pada kerajaannya didengar; dia perintah para karyawan dan bala tentaranya untuk melakukan hal yang membawa kemaslahatannya.
Kelima: Memikirkan kewajiban terhadap waktu sekaligus bagaimana cara menggunakannya, serta menumpahkan seluruh perhatian terhadap pemanfaatan waktu. Seorang yang arif, akan selalu memanfaatkan waktunya, karena dia yakin, bila waktunya disia-siakan begitu saja, berarti dia telah menyia-nyiakan seluruh kemaslahatan (yang seharusnya dia dapatkan. pent). Sebab, seluruh kemaslahatan itu, tidak lain bisa timbul dan didapatkan melainkan dari adanya waktu. Dan bila disia-siakan (dan waktu itu sudah lewat. pent) maka dia tidak akan bisa mengembalikannya lagi untuk selamanya.
Maka, cara manusia mengenal sang penciptanya adalah dengan mengunakan potensi akalnya untuk berfikir tentang keesaan dan keagungan-Nya. Memanfaatkan waktu, mengerahkan pikiranya untuk  hal-hal yang diridhoinya. Semoga Allah memasukkan kita ke dalam golongan orang-orang yang beruntung. Amin

15 Februari 2013

0 comments:

Post a Comment