Oleh : Yusuf Mahmudi / PAI 6
Manusia dikatakan ada kehidupanya karena
terdapat ruh, yang bersemayam didalam jasat atau tubuh. Kemudian bermula dari
pikiranlah tubuh ini bergerak dan berbuat. Sehingga, jika yang
terlintas dalam pikiran seseorang adalah suatu kebaikan, keutamaan,
kemanfaatan, maka hasilnya adalah perbuatan yang mendatangkan kemaslahatan,
begitupula sebaliknya. Karenanya, ulama klasik Abul
Wafa Ali Ibnu Uqail dengan kitabnya
al-Funuun selalu mengarahkan pikirannya kepada hal-hal yang bermanfaat. Beliau
mengatakan, “Sesungguhnya aku tak ingin membiarkan diriku
membuang-buang waktu meski hanya sesaat dalam hidupku. Sampai-sampai apabila
lidahku berhenti berdzikir atau berdiskusi, pandangan mataku juga berhenti membaca,
segera aku mengaktifkan pikiranku kala beristirahat sambil berbaring. Ketika
aku bangkit, pasti sudah terlintas sesuatu yang akan kutulis.”
(Al-Muntazham, Ibnu al-Jauzi).
Seperti dikatakan “Ucapan
dan perbuatan Tidak Jauh dari Isi Pikiran Seseorang’’, memang benar adanya
bahwa dengan melihat perkataan yang keluar dari mulut seseorang dan perbuatan
yang dilakukan seseorang kita sudah dapat menilainya apakah pikirannya kotor
atau baik, meskipun kita baru mengenalnya.
Betapa
pentingnya pengaruh yang timbul dari pikiran, hingga banyak sekali ayat-ayat
al-Qur’an yang menganjurkan kita untuk menggunakan pikiran untuk hal yang
mempunyai nilai bagi kehidupan. Dan banyak pula ayat yang
berupa teguran, peringatan atau bahkan celaan bagi orang yang tidak
memanfaatkan pikirannya. Baik dengan kalimat “afalaa ta’qiluun…afalaa
tatafakkaruun…afalaa tubshiruun” dan semisalnya.
Berfikir tentang ke-Esa-an Allah
Menghabiskan banyak waktu dengan tayangan film dan televisi yang tidak
berkualitas, membuang waktu hanya untuk bermain game, begadang tidak jelas,
malas malasan,atau bahkan seseorang yang hanya mencari kesenangan disaat
mudanya, inilah gambaran seseorang yang lupa untuk memperjuangkapan
kehidupanya, apa target yang ingin ia capai,’ karenanya ada ungkapan menarik “Time Is Live’’ waktu adalah kehidupan, barangsiapa menyia-
siakan waktu, maka dia telah menyia-siakan kehidupanya, dan secara tidak
langung dia telah mempermainkan kehidupanya. Sungguh
ironi sekali, semoga hal tersebut tidak terjadi bagi para penuntut ilmu.
Sehingga tidak mungkin seorang hamba yang dekat dengan
Tuhanya mempunyai kebiasaan sehari-hari mengisi pikiran dengan tayangan- tayangan yang tidak memberi arti bagi kehidupannya,
atau banyak menghabiskan waktu untuk hal tidak bermanfaat dan semisalnya. Selalu
terjaga dari hal yang melalaikan serta selalu mengingat, berdzikir, melakukan
perbuatan terbaiknya disaat sepinya perjalanan dan lingkungan yang tidak
bersahabat, memikirkan penciptaan langit dan bumi dan apa yang ada diantara
keduanya. Allah Berfirman,
Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri
mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara
keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. dan
Sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan Pertemuan
dengan Tuhannya.” {ar Rum : 8}.
Melalui ayat ini
Allah menjelaskan, kelalaian dan pengingkaran tersebut
disebabkan karena keengganan mereka untuk berfikir dan menelaah lebih dalam
yang akhirnya menyebabkan ketidak-tahuan mereka tentang ke-Esa-an Allah SWT,
ini ditegaskan oleh bentuk penciptaan Allah yang selalu menciptakan dengan
bentuk terbaik, serta dibuktikan dengan tersusunnya beribu-ribu sel yang
menyusun tubuh mereka sebagai alat pencernaan, pernafasan, dan sebagainya.
Melalui ayat ini Allah s.w.t memperingati
manusia untuk memikirkan proses penciptaan mereka, karena dengan hal tersebut
manusia akan menemukan penegasan ke-Esa-an Allah dalam seluruh penciptaan alam
semesta, dengan hal itu pula manusia akan mampu menyadari makna dan hakikat
seluruh penciptaan alam semesta dan penegasan bahwa seluruhnya hanyalah
sementara, sehingga bukan hal sia-sia yang tidak bermanfaat bagi diri seorang
hamba memenuhi ruang berfikirnya.
Dari isi pikiran ke perbuatan
Tercatat dalam sebuah
ingatan tentang kefaqihan para ulama akan ilmunya, dan ternyata itu bukan
sekedar omong kosong belaka, semuanya tampak jelas dari buku-buku agama yang
dibaca oleh para ulama tersebut demikian banyaknya, sehingga apabila dimuatkan
diatas kuda atau unta maka perlu beberapa ekor untuk memindahkan buku-bukunya.
Begitu juga seseorang
yang mempunyai hobby mengisi pikiran mereka dengan hal-hal tidak baik, membaca
buku dan menonton hal-hal tabu, menyebabkan sistem bawah sadar mereka
menggerakan agar melakukan perbuatan-perbuatan tersebut sesuai dengan gambar
yang tertangkap oleh memori pikiran. Maka disanalah tampak jelas hubungan
antara perbuatan-perbuatan mereka dengan isi otak mereka.
Itulah
bahaya pandangan yang merupakan asal muasal seluruh musibah yang menimpa
manusia. Sebab, pandangan itu akan melahirkan lintasan dalam benak, kemudian
lintasan itu akan melahirkan pikiran, dan pikiran itulah yang melahirkan
syahwat, dan dari syahwat itu timbullah keinginan. Kemudian keinginan ini
menjadi kuat dan berubah menjadi niat yang bulat. Akhirnya, apa yang tadinya
hanya melintas dalam pikiran menjadi kenyataan dan itu pasti akan terjadi
selama tidak ada yang menghalanginya. Oleh karenanya, dikatakan oleh sebagian
ahli hikmah, bahwa: “Bersabar dalam menahan pandangan mata (bebannya) adalah
lebih ringan dibanding harus menanggung beban penderitaan yang ditimbulkannya.”
Sehingga tidaklah
mengherankan jika di negri ini, yang mempunyai populasi masyarakat muslim terbesar di dunia, tetapi kasus asusila
begitu maraknya sebagai akibat yang diawali dari banyak penduduknya yang
mengkonsumsi dan mengisi otaknya dengan hal-hal tabu. Dari perbuatan maksiat
tersebut yang menimbulkan pikiran kacau bagi pelakunya, timbul perasaan
bersalah, risau,
kegundahan hati dan sebagainya yang pada akhirnya membuat pikiran tidak jernih
dan membuatnya
susah untuk menerima ilmu.
Allah
berfirman: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Yaitu)
orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri
dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna(Al-Mukminun: 1-4).
Periksalah otak anda, apakah isinya? Apakah isinya buku- buku tentang pendidikan, tentang
keagamaan, bisnis atau buku-buku yang tidak baik. Oleh karena itu, mudahnya jika seseorang menginginkan dirinya menjadi sesuatu,
salah satunya adalah dengan melihat berapa banyak buku yang dibacanya. Jika ingin menjadi ulama
tinggal menimbang sendiri, seberapa banyak buku-buku keagamaan yang telah
dikonsumsi? Berapa banyak pemuka agama yang ia kenal? dan sebagainya.
Pikiran yang orientasinya adalah untuk
Allah
Sepadat apapun kegiatan kita, ada baiknya kita meluangkan
waktu sejenak untuk memikirkan apa yang telah diperbuat diri ini, sehingga kita
bisa mengetahui segala hal yang ada dalam hati dan pikiran kita. Menilai
diri juga berguna untuk membuka wawasan seluas-luasnya dan selalu mengembangkan
pikiran-pikiran positif. Disinilah peran sahabat atau
orang lain dibutuhkan;
untuk
memberikan saran dan masukanya.
Sehingga, kita bisa menjaga keselarasan antara
hati, pikiran dan perbuatan. Jadikan kritikan
sebagai energy terbesar untuk menjadikan hati dan pikiran kita memiliki sudut
pandang yang luas. Masukan dan kritikan orang lain justru akan menjadi
penyeimbang untuk menemukan kebenaran universal, karena hati dan pikiran kita
pun terkadang tidak berjalan selaras.
Disinilah akan diketahui, siapa
orang tinggi, siapa orang yang sukses dan siapa orang yang merugi. Dan sebaik-baik pikiran, ide-ide, dan perbuatan paling mulia serta bermanfaat ialah yang orientasinya hanya untuk Allah semata.
Pikiran yang orientasinya adalah untuk
Allah ini bermacam-macam:
Pertama : Memikirkan ayat-ayat Allah yang telah
diturunkan dan berusaha untuk memahami maksud Allah dari ayat-ayat tersebut;
dan memang untuk itulah Allah menurunkannya; tidak hanya sekedar untuk dibaca
saja, namun membaca itu hanya media saja.
Sebagian ulama Salaf mengatakan: “Allah menurunkan Al-Qur’an untuk diamalkan, maka jadikanlah bacaan Al-Qur’an itu sebagai amalan.”
Sebagian ulama Salaf mengatakan: “Allah menurunkan Al-Qur’an untuk diamalkan, maka jadikanlah bacaan Al-Qur’an itu sebagai amalan.”
Kedua : Memikirkan dan memperhatikan
ayat-ayat atau tanda-tanda kebesaranNya yang dapat dilihat langsung; dan
menjadikannya sebagai bukti akan nama-nama Allah, sifat-sifat, hikmah, kebaikan
dan kemurahanNya. Dan Allah sendiri telah mendorong hamba-hambaNya untuk
merenungkan tanda-tanda kebesaranNya, memikirkan dan memahaminya; Allah menegur
dan mencela orang yang melalaikannya.
Ketiga: Memikirkan nikmat, kebaikan dan
berbagai karunia yang Dia limpahkan kepada seluruh makhlukNya, dan merenungkan
keluasan rahmat, ampunan dan kasih sayangNya.
Tiga hal di atas akan dapat mendorong lahirnya dari hati seorang hamba- ma’rifatullah (pengetahuan tentang Allah), kecintaan, serta perasaan cemas dan harap kepada-Nya. Dan bila tiga hal tadi dilakukan dengan kontinyu, disertai dengan dzikir kepada Allah, maka hati seorang hamba akan tercelup secara sempurna dengan ma’rifah dan kecintaan kepadaNya.
Tiga hal di atas akan dapat mendorong lahirnya dari hati seorang hamba- ma’rifatullah (pengetahuan tentang Allah), kecintaan, serta perasaan cemas dan harap kepada-Nya. Dan bila tiga hal tadi dilakukan dengan kontinyu, disertai dengan dzikir kepada Allah, maka hati seorang hamba akan tercelup secara sempurna dengan ma’rifah dan kecintaan kepadaNya.
Keempat : Memikirkan aib, kelemahan yang ada pada jiwa
dan amal perbuatan diri sendiri. Hal ini akan memberikan manfaat yang
sangat besar. Ini merupakan pintu segala kebaikan. Ini juga sangat berperan
dalam mengalahkan hawa nafsu yang selalu memerintahkan kejelekan. Bila nafsu
yang jahat itu dapat dikalahkan maka nafsu muthmainnah (jiwa yang tenang)lah
yang akan hidup, bangkit dan menjadi penentu segala keputusan. Lalu hatipun
menjadi hidup dan kebijakan ada pada kerajaannya didengar; dia perintah para
karyawan dan bala tentaranya untuk melakukan hal yang membawa kemaslahatannya.
Kelima: Memikirkan kewajiban terhadap waktu sekaligus
bagaimana cara menggunakannya, serta menumpahkan seluruh perhatian terhadap
pemanfaatan waktu.
Seorang yang arif, akan selalu memanfaatkan waktunya, karena dia yakin, bila
waktunya disia-siakan begitu saja, berarti dia telah menyia-nyiakan seluruh
kemaslahatan (yang seharusnya dia dapatkan. pent). Sebab, seluruh kemaslahatan
itu, tidak lain bisa timbul dan didapatkan melainkan dari adanya waktu. Dan
bila disia-siakan (dan waktu itu sudah lewat. pent) maka dia tidak akan bisa
mengembalikannya lagi untuk selamanya.
Maka, cara manusia
mengenal sang penciptanya adalah dengan mengunakan potensi akalnya untuk
berfikir tentang keesaan dan keagungan-Nya. Memanfaatkan waktu, mengerahkan
pikiranya untuk hal-hal yang diridhoinya.
Semoga Allah memasukkan kita ke dalam golongan orang-orang yang beruntung. Amin15 Februari 2013
0 comments:
Post a Comment