Oleh : Faiq Nebukadnezar/ AF 6
Banyak orang beranggapan bahwa begadang itu hanya mempunyai nilai
negative, karena bagi mereka, namanya begadang itu hanya menghambur-hamburkan waktu,
yang tidak ada manfaatnya. Begadang malam memang tak lepas dari aktivitas
kesia-siaan yang berujung pada kemubadziran waktu. Sebab, bila waktu tidak
diisi dengan kebaikan, maka ia akan terisi dengan amalan-amalan yang sia-sia.
Abdullah bin Abbas R.A menjelaskan alasan dimakruhkannya begadang malam seraya
mengatakan, “Dimakruhkannya ngobrol diawal malam adalah tatkala turun firman
Allah Ta’ala, “ Dengan menyombongkan diri terhadap Al-Qur’an itu dan
mengucapkan perkataan-perkataan keji terhadapnya diwaktu kamu bercakap-cakap
dimalam hari.” (Al-Mukminun (23) : 67). Yakni, Allah Ta’ala mencela
orang-orang yang ngobrol yang tidak mengandung unsur ketaatan kepada
Allah Ta’ala, baik perkataan yang tidak tentu arah atau kata yang menyakitkan.
Namun, begadang tidak selamanya tercela. Bila begadang diisi dengan
berbagai amal kebajikan, baik diisi dengan shalat malam, membaca Al-Qur’an,
menelaah kitab, menulis buku, bermunajat, dan berbagai amaliyah kebajikan
lainnya, maka hal ini termasuk kategori begadang yang terpuji dan sangat
dianjurkan. Dalam istilah Ibnu Taimiyyah, model begadang seperti ini disebut
dengan istilah “As-Sahr As-Syar’i adalah (mengisi malam) dengan shalat,
dzikir, membaca Al-Qur’an, menulis buku, mempelajari ilmu, dan ibadah-ibadah
lainnya yang mana keutamaannya tergantung pada pelakunya”.
Berikut
beberapa cara mengisi waktu malam dengan berbagai amal kebajikan agar waktu
malam tidak digunakan dengan sia-sia yang berujung pada kemubadziran:
1.
Dengan Qiyamul
......Lambung
mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdo’a kepada Rabbnya dengan
rasa takut dan harap....... (As-Sajadah: 15-17).
Rasulullah SAW bersabda: “Hendaklah kalian melaksanakan qiyamullail. Sebab,
ia adalah kebiasaan orang-orang shalih sebelum kalian, pendekatan diri kepada
Rabb kalian, penghapus kesalahan, dan pencegah perbuatan dosa.” (HR.
Tirmidzi)
Dan ternyata, ada korelasi yang sangat erat antara sifat-sifat
calon penduduk surga dengan sedikit tidur dimalam hari dengan memanfaatkan
waktu malam untuk qiyamullail. Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang
yang bertaqwa itu berada dalam taman-taman (surga) dan mata air-mata air,
sambil menerima segala pemberian dari Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum
itu didunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit
tidur diwaktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar.”
(Adz-Dzariyat (51) : 15-18). Hasan Al-Bashri menjelaskan, “Mereka terus
menunaikan qiyamullail. Mereka tidur malam hanya sebentar saja. Mereka terus
melakukannya dengan penuh semangat hingga waktu sahur, lalu mereka beristighfar
diwaktu sahur.”
2.
Dengan Belajar
Jangan pernah
bosan untuk belajar, ayunan langkah untuk mencari ilmu adalah ayunan langkah
kemuliaan. Bahkan Allah SWT telah menjanjikan kemudahan menuju surga bagi
orang-orang yang berkenan mengayunkan langkah untuk mencari ilmu, sebagaimana
yang ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam sabda beliau: “Barangsiapa
menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan menapakkannya di jalan
menuju surga. Sesungguhnya para malaikat akan meletakkan sayap-sayapnya karena
ridha terhadap para pencari ilmu. Sesungguhnya seorang yang berilmu akan
dimintakan ampun kepada Allah oleh makhluk yang ada di langit dan bumi, hingga
ikan yang ada didasar laut pun akan memintakan ampun untuknya. Keutamaan
seorang berilmu dibandingkan dengan yang ahli ibadah seperti perbandingan bulan
purnama dengan semua bintang-bintang. Sesungguhnya para ulama’ adalah pewaris
para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Namun, mereka hanya
mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mendapatkan ilmu, pada dasarnya ia telah
mendapatkan bagian yang berdasar.” (HR. Abu Dawud)
Berikut ada beberapa prestasi cemerlang para ulama’ hasil dari begadang
malam yang mana itu mereka lakukan dengan penuh ketekunan, kesabaran, dan
cita-cita yang besar sehingga mereka mampu melahirkan buah karya dan harta
karun yang amat berharga bagi umat ini.
Pertama, kitab Al-Funun adalah karya monumental Ibnu ‘Aqil terdiri
dari 800 jilid ukuran besar. Kedua, jumlah seluruh karya tulis Ibnu Jarir
Ath-Thabari sekitar 358.000 lembar bila dibukukan akan terkumpul sekitar 2000
jilid ukuran besar. Ketiga, Imam Ibnu Abi Dunya meninggalkan karya tulis
sejumlah 1000 karangan. Keempat, Al-Hakim An-Naisaburi mampu menulis sekitar
1150 jilid. Dan masih banyak lagi ulama’-ulama’ yang mampu menghasilkan
karya-karya monumental sampai ratusan dan bahkan ribuan jilid buku.
Sungguh luar
biasa karya tulis mereka. Dengan durasi 24 jam sehari, sama yang kita miliki,
mereka mampu melahirkan karya yang begitu mencerahkan. Mereka begitu
memanfaatkan waktu malam secara optimal untuk sesuatu yang bermanfaat bagi diri
mereka dan masa depan umat ini.
3.
Dengan membaca
Al-Qur’an
Bacaan
Al-Qur’an diwaktu malam akan menghasilkan kejernihan dan ketenangan. Sebab,
pada waktu malam tak ada suara-suara yang mengganggu telinga dan tidak ada
gambar-gambar yang mengganggu pandangan mata. Sehingga, akan diperoleh
konsentrasi penuh yang mengarahkan kepada kekuatan tadabbur dan perenungan,
kekuatan hafalan dan melekatnya lafazh serta makna Al-Qur’an. Allah SWT
berfirman, “Hai orang-orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk
sembahyang) dimalam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya
atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan
bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan
kepadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya bangun diwaktu malam adalah lebih
tepat (untuk khusuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya kamu
pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak).’ (Al-Muzammil
(73) : 1-7)
4.
Dengan Berdo’a
Allah SWT telah menyebutkan beberapa ciri orang-orang yang bertawakal,
diantaranya mereka sedikit tidur diwaktu malam dengan memanfaatkan waktu malam
yang akhir untuk berdo’a kepada Allah. Allah
SWT berfirman: “Mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan diakhir-akhir
malam mereka memohon ampun (kepada Allah).” (Adz-Dzariyat (51) : 17-18)
5.
Dengan
Bermuhasabah
Islam
menganjurkan kita untuk melakukan instropeksi diri (muhasabah) dan sekali lagi waktu yang paling tepat
adalah ketika semua orang sudah terlelap dalam tidurnya. Oleh karenanya, Rasulullah SAW menggolongkan orang yang sudi
mengoreksi diri sebagai orang yang cendikia. Rasulullah SAW bersabda: “Orang
yang sempurna akalnya adalah yang mengoreksi dirinya dan mempersiapkan amal
untuk sesudah mati. Adapun orang yang lemah adalah orang yang menuruti hawa
nafsunya dan berangan-angan kepada Allah.” (HR. Tirmidzi)
Sedangkan waktu
malam adalah waktu yang paling tepat untuk mengoreksi amalan yang selama ini
telah dilakukan. Sebab, waktu malam adalah waktu yang hening dan tenang
sehingga memudahkan seseorang untuk mengulang kembali ingatannya. Cara seperti
ini pun telah dicontohkan oleh kalangan salafush shalih. Dari Maslamah bin ‘Arfajah
Al-‘Anbari ia berkata: “Utbah Al-Ghulam, biasa mengunjungiku, bahkan
kadang-kadang ia bermalam ditempatku. Pada suatu malam, ia bermalam ditempatku
dan menangis sejadi-jadinya diwaktu sahur. Ketika pagi aku bertanya kepadanya,
wahai Utbah, tadi malam engkau membuatku ketakutan dengan tangisanmu, ada apa
sebenarnya, wahai saudaraku? Ia berkata, “ Wahai Anbasah, aku teringat akan
hari ketika amalan-amalan kita ditampakkan dihadapan Allah kelak.”
Selain
muhasabah malam menjadi amalan orang-orang shalih, tak jarang diantara mereka
juga mengajarkannya kepada anak-anak mereka. Hal ini sebagai wujud pendidikan
anak, agar anak senantiasa berada dalam kewaspadaan. Pernah anak perempuan
Rabi’ bin Khaitsam bertanya kepada ayahnya, “Wahai ayah, ketika orang-orang terlelap
tidur aku tak melihat ayah tidur.” Rabi’ menjawab, “Wahai nak, sesungguhnya
ayahmu ini takut kepada dosa perbuatan-perbuatan buruk.” Hal tersebut didasari
keyakinan seorang muslim, bahwa setiap amalannya akan dicatat dan dimintai
pertanggung jawaban. Keyakinan seperti inilah yang mendorong seseorang untuk
bermuhasabah diri. Tatkala malam telah gelap, Muhammad bin Wasi’ manunaikan
shalat semata-mata untuk Rabbnya. Ia menangis seraya mengatakan, “Aduh celaka,
betapa banyak dosaku. Catatan harianku telah penuh dengan noda merah. Padahal
Rabbku meneliti seluruhnya tak satupun tersembunyi bagi-Nya.
Semoga, dengan menelaah aktivitas malam mereka ini, mampu
memberikan motivasi kepada kita untuk lebih bersemangat dalam mencontoh mereka.
Amiin.
0 comments:
Post a Comment