Sunday, September 8, 2013

Begadang Syar’i

Oleh : Faiq Nebukadnezar/ AF 6

Banyak orang beranggapan bahwa begadang itu hanya mempunyai nilai negative, karena bagi mereka, namanya begadang itu hanya menghambur-hamburkan waktu, yang tidak ada manfaatnya. Begadang malam memang tak lepas dari aktivitas kesia-siaan yang berujung pada kemubadziran waktu. Sebab, bila waktu tidak diisi dengan kebaikan, maka ia akan terisi dengan amalan-amalan yang sia-sia. Abdullah bin Abbas R.A menjelaskan alasan dimakruhkannya begadang malam seraya mengatakan, “Dimakruhkannya ngobrol diawal malam adalah tatkala turun firman Allah Ta’ala, “ Dengan menyombongkan diri terhadap Al-Qur’an itu dan mengucapkan perkataan-perkataan keji terhadapnya diwaktu kamu bercakap-cakap dimalam hari.” (Al-Mukminun (23) : 67). Yakni, Allah Ta’ala mencela orang-orang yang ngobrol yang tidak mengandung unsur ketaatan kepada Allah Ta’ala, baik perkataan yang tidak tentu arah atau kata yang menyakitkan.

Namun, begadang tidak selamanya tercela. Bila begadang diisi dengan berbagai amal kebajikan, baik diisi dengan shalat malam, membaca Al-Qur’an, menelaah kitab, menulis buku, bermunajat, dan berbagai amaliyah kebajikan lainnya, maka hal ini termasuk kategori begadang yang terpuji dan sangat dianjurkan. Dalam istilah Ibnu Taimiyyah, model begadang seperti ini disebut dengan istilah “As-Sahr As-Syar’i adalah (mengisi malam) dengan shalat, dzikir, membaca Al-Qur’an, menulis buku, mempelajari ilmu, dan ibadah-ibadah lainnya yang mana keutamaannya tergantung pada pelakunya”.
Berikut beberapa cara mengisi waktu malam dengan berbagai amal kebajikan agar waktu malam tidak digunakan dengan sia-sia yang berujung pada kemubadziran:
1.      Dengan Qiyamul
......Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdo’a kepada Rabbnya dengan rasa takut dan harap....... (As-Sajadah: 15-17). Rasulullah SAW bersabda: “Hendaklah kalian melaksanakan qiyamullail. Sebab, ia adalah kebiasaan orang-orang shalih sebelum kalian, pendekatan diri kepada Rabb kalian, penghapus kesalahan, dan pencegah perbuatan dosa.” (HR. Tirmidzi)
Dan ternyata, ada korelasi yang sangat erat antara sifat-sifat calon penduduk surga dengan sedikit tidur dimalam hari dengan memanfaatkan waktu malam untuk qiyamullail. Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam taman-taman (surga) dan mata air-mata air, sambil menerima segala pemberian dari Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu didunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit tidur diwaktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar.” (Adz-Dzariyat (51) : 15-18). Hasan Al-Bashri menjelaskan, “Mereka terus menunaikan qiyamullail. Mereka tidur malam hanya sebentar saja. Mereka terus melakukannya dengan penuh semangat hingga waktu sahur, lalu mereka beristighfar diwaktu sahur.”
2.      Dengan Belajar
Jangan pernah bosan untuk belajar, ayunan langkah untuk mencari ilmu adalah ayunan langkah kemuliaan. Bahkan Allah SWT telah menjanjikan kemudahan menuju surga bagi orang-orang yang berkenan mengayunkan langkah untuk mencari ilmu, sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam sabda beliau: “Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan menapakkannya di jalan menuju surga. Sesungguhnya para malaikat akan meletakkan sayap-sayapnya karena ridha terhadap para pencari ilmu. Sesungguhnya seorang yang berilmu akan dimintakan ampun kepada Allah oleh makhluk yang ada di langit dan bumi, hingga ikan yang ada didasar laut pun akan memintakan ampun untuknya. Keutamaan seorang berilmu dibandingkan dengan yang ahli ibadah seperti perbandingan bulan purnama dengan semua bintang-bintang. Sesungguhnya para ulama’ adalah pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Namun, mereka hanya mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mendapatkan ilmu, pada dasarnya ia telah mendapatkan bagian yang berdasar.” (HR. Abu Dawud)
Berikut ada beberapa prestasi cemerlang para ulama’ hasil dari begadang malam yang mana itu mereka lakukan dengan penuh ketekunan, kesabaran, dan cita-cita yang besar sehingga mereka mampu melahirkan buah karya dan harta karun yang amat berharga bagi umat ini.
Pertama, kitab Al-Funun adalah karya monumental Ibnu ‘Aqil terdiri dari 800 jilid ukuran besar. Kedua, jumlah seluruh karya tulis Ibnu Jarir Ath-Thabari sekitar 358.000 lembar bila dibukukan akan terkumpul sekitar 2000 jilid ukuran besar. Ketiga, Imam Ibnu Abi Dunya meninggalkan karya tulis sejumlah 1000 karangan. Keempat, Al-Hakim An-Naisaburi mampu menulis sekitar 1150 jilid. Dan masih banyak lagi ulama’-ulama’ yang mampu menghasilkan karya-karya monumental sampai ratusan dan bahkan ribuan jilid buku.
Sungguh luar biasa karya tulis mereka. Dengan durasi 24 jam sehari, sama yang kita miliki, mereka mampu melahirkan karya yang begitu mencerahkan. Mereka begitu memanfaatkan waktu malam secara optimal untuk sesuatu yang bermanfaat bagi diri mereka dan masa depan umat ini.



3.      Dengan membaca Al-Qur’an
Bacaan Al-Qur’an diwaktu malam akan menghasilkan kejernihan dan ketenangan. Sebab, pada waktu malam tak ada suara-suara yang mengganggu telinga dan tidak ada gambar-gambar yang mengganggu pandangan mata. Sehingga, akan diperoleh konsentrasi penuh yang mengarahkan kepada kekuatan tadabbur dan perenungan, kekuatan hafalan dan melekatnya lafazh serta makna Al-Qur’an. Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk sembahyang) dimalam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya bangun diwaktu malam adalah lebih tepat (untuk khusuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak).’ (Al-Muzammil (73) : 1-7)

4.      Dengan Berdo’a
Allah SWT telah menyebutkan beberapa ciri orang-orang yang bertawakal, diantaranya mereka sedikit tidur diwaktu malam dengan memanfaatkan waktu malam yang akhir untuk berdo’a kepada Allah. Allah SWT berfirman: “Mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan diakhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).” (Adz-Dzariyat (51) : 17-18) 
5.      Dengan Bermuhasabah
Islam menganjurkan kita untuk melakukan instropeksi diri (muhasabah) dan sekali lagi waktu yang paling tepat adalah ketika semua orang sudah terlelap dalam tidurnya. Oleh karenanya, Rasulullah SAW menggolongkan orang yang sudi mengoreksi diri sebagai orang yang cendikia. Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang sempurna akalnya adalah yang mengoreksi dirinya dan mempersiapkan amal untuk sesudah mati. Adapun orang yang lemah adalah orang yang menuruti hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Allah.” (HR. Tirmidzi)

Sedangkan waktu malam adalah waktu yang paling tepat untuk mengoreksi amalan yang selama ini telah dilakukan. Sebab, waktu malam adalah waktu yang hening dan tenang sehingga memudahkan seseorang untuk mengulang kembali ingatannya. Cara seperti ini pun telah dicontohkan oleh kalangan salafush shalih. Dari Maslamah bin ‘Arfajah Al-‘Anbari ia berkata: “Utbah Al-Ghulam, biasa mengunjungiku, bahkan kadang-kadang ia bermalam ditempatku. Pada suatu malam, ia bermalam ditempatku dan menangis sejadi-jadinya diwaktu sahur. Ketika pagi aku bertanya kepadanya, wahai Utbah, tadi malam engkau membuatku ketakutan dengan tangisanmu, ada apa sebenarnya, wahai saudaraku? Ia berkata, “ Wahai Anbasah, aku teringat akan hari ketika amalan-amalan kita ditampakkan dihadapan Allah kelak.”
Selain muhasabah malam menjadi amalan orang-orang shalih, tak jarang diantara mereka juga mengajarkannya kepada anak-anak mereka. Hal ini sebagai wujud pendidikan anak, agar anak senantiasa berada dalam kewaspadaan. Pernah anak perempuan Rabi’ bin Khaitsam bertanya kepada ayahnya, “Wahai ayah, ketika orang-orang terlelap tidur aku tak melihat ayah tidur.” Rabi’ menjawab, “Wahai nak, sesungguhnya ayahmu ini takut kepada dosa perbuatan-perbuatan buruk.” Hal tersebut didasari keyakinan seorang muslim, bahwa setiap amalannya akan dicatat dan dimintai pertanggung jawaban. Keyakinan seperti inilah yang mendorong seseorang untuk bermuhasabah diri. Tatkala malam telah gelap, Muhammad bin Wasi’ manunaikan shalat semata-mata untuk Rabbnya. Ia menangis seraya mengatakan, “Aduh celaka, betapa banyak dosaku. Catatan harianku telah penuh dengan noda merah. Padahal Rabbku meneliti seluruhnya tak satupun tersembunyi bagi-Nya.

Semoga, dengan menelaah aktivitas malam mereka ini, mampu memberikan motivasi kepada kita untuk lebih bersemangat dalam mencontoh mereka. Amiin.

0 comments:

Post a Comment