Oleh : Departemen Publikasi
Adab dalam menuntut ilmu adalah perkara yang sangat penting, maka
dari itu para ulama senantiasa memperhatikan adab-adab tersebut.
Suatu
ketika Imam Laits Bin Sa’ad melihat para penuntut hadits, kemudian beliau
melihat ada kekurangan dalam adab mereka, maka beliau berkata: “Apa ini!,
sungguh belajar adab walaupun sedikit lebih kalian butuhkan dari pada kalian
belajar banyak ilmu". (Al-Jami’:1/405)
Berkata Abu Bakar Bin Al-Muthowi’i: “Saya keluar masuk di rumah Abu
Abdillah (Imam Ahmad Bin Hambal) selama 12 tahun sedangkan beliau sedang
membacakan kitab Musnad kepada anak-anaknya. Dan selama itu saya tidak pernah
menulis satu hadits pun dari beliau, hal ini disebabkan karena saya datang
hanya untuk belajar akhlaq dan adab beliau”. (Siyar A‘lamun Nubala’:11/316)
Al-Khatib Al-Baghdadi menyebutkan sanadnya kepada Malik bin Anas,
dia berkata bahwa Muhammad bin Sirrin berkata (-rahimahullah-): “Mereka dahulu
mempelajari adab seperti mempelajari ilmu”. (Hilyah: 17. Jami’ li Akhlaqir-Rawi
wa Adabis-Sami’ 1/49)
Berkata
Abullah bin Mubarak: “Berkata kepadaku Makhlad bin Husain -rahimahullah-: “Kami
lebih butuh kepada adab walaupun sedikit daripada hadits walaupun banyak”.
(Jami’ li Akhlaqir-Rawi wa Adabis-Sami’ 1/80)
Mengapa demikian ucapan para ulama tentang
adab? Tentunya karena ilmu yang masuk kepada seseorang yang memiliki adab yang
baik akan bermafaat baginya dan kaum muslimin.
Berkata
Abu Zakariya Yaha bin Muhammad Al-Anbari -rahimahullah-: “Ilmu tanpa adab
seperti api tanda kayu bakar sedangkan adab tanpa ilmu seperti jasad tanpa
ruh”. (Jami’ li Akhlaqir-Rawi wa Adabis-Sami’ 1/80)
Adab menuntut ilmu sangat banyak, diantaranya
yang paling penting adalah:
1.
Menuntut ilmu adalah ibadah.
Dan ibadah tidak akan diterima oleh Allah
kecuali dengan dua syarat:
a.
Ikhlas karena untuk mencari ridho Allah ta’ala.
“Dan tidaklah mereka diperintah kecuali untuk beribadah kepada
Allah dengan mengikhlaskan semua agama kepadaNya”(Al-Bayyinah:5).
Maka ketika Al-Fudhail bin ‘Iyadh menafsirkan
firman Allah ‘Azza wa Jalla:
“…untuk menguji siapa di antara kamu yang paling baik amalnya.” (QS. Al-Mulk: 2).
Beliau berkata, “Yakni, yang paling ikhlas dan
paling benar. Sesungguhnya amal itu apabila ikhlas tapi tidak benar maka tidak
akan diterima; dan apabila benar tetapi tidak ikhlas juga tidak akan diterima.
Jadi harus ikhlas dan benar.
Suatu
amalan dikatakan ikhlas apabila dilakukan karena Allah, dan yang benar itu
apabila sesuai Sunnah Rasulullah sholallohu’alaihi wasallam.” (Kitab Jami’ Al
‘Ulum wa Al Hikam I/36).
Ikhlas ini mahal dan berat, makanya para
sahabat dahulu berusaha bagaimana supaya ikhlas. Maka sebagaimana perkataan
Imam Ats-sauri :”idak ada yang lebih sulit bagi diriku kecuali niatku”
(mengikhlaskan niat).
"Barangsiapa yang menuntut ilmu yang seharusnya hanya
ditujukan untuk mencari wajah Allah 'Azza wa Jalla tetapi dia justru berniat
untuk meraih bagian kehidupan dunia maka dia tidak akan mencium bau surga pada
hari kiamat" (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud dishahihkan oleh Al-Hakim).
b.
Mutaba’ah (Mengikuti petunjuk Rosulullah).
“Katakanlah (wahai Muhammad) jika kalian mencintai Allah maka
ikutilah aku niscaya Allah akan mencintai dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (Ali ‘Imron:31).
Rosulullah
bersabda : “Barangsiapa mengamalkan suatu amalan tanpa petunjuk kami maka
amalan tersebut tertolak”. (H.R Muslim).
2.
Berjalan diatas metode para Ulama Salaf (Ahlus Sunah Wal Jama’ah).
Muhamad Bin Sirin berkata : “Sesungguhnya ilmu
adalah agama maka lihatlah dari mana kalian mengambil agama kalian”. (Muqodimah
Shohih Muslim:1/14).
3. Hati-hati dalam memilih pengajar dan guru.
Imam
Malik Bin Anas berkata: “Tidak boleh mengambil ilmu dari empat orang: Orang
yang bodoh walaupun hafalannya banyak (bagaikan orang yang berilmu), Ahlil
bid’ah yang menyeru kepada kesesatannya, Orang yang terbiasa berdusta ketika
berbicara dengan manusia walaupun dia tidak berdusta ketika menyampaikan
ilmunya, dan Orang yang sholeh, mulia dan rajin beribadah jika dia tidak hafal
(dan faham) apa yang akan disampaikan”. (Siyar ‘Alamun Nubala’:8/61)
Imam
Al-Khotib Al-Baghdadi berkata: “Seyogyanya bagi para penuntut ilmu untuk
belajar kepada ulama’ yang ma’ruf akan agama dan amanahnya”. (Al-Faqif Wal
Mutafaqqif:2/96)
4.
Menghiasi diri dengan Taqwa, Takut dan Muroqobah (merasa dalam awasan Allah).
Wahai
orang-orang yang beriman! Jika kalian bertaqwa kepada Allah maka niscaya Allah
akan memberikan kepada kalian Furqon (ilmu sebagai pembeda) dan juga Allah akan
hapuskan dosa-dosa kalian. (Al-Anfal:29).
Imam
Ahmad berkata: “Pondasi ilmu agama adalah perasaan takut kepada Allah”.
(Hilyah:13)
5.
Mengamalkan ilmu yang telah dipelajari sekuat tenaga.
Hal
ini sangat penting karena ilmu syar’i yang telah dipelajari adalah untuk
diamalkan, bukan sekedar untuk dihafalkan. Para ulama menasehati kita bahwa
menghafal ilmu dengan cara mengamalkannya. Hendaklah seorang penuntut ilmu
mencurahkan perhatiannya untuk menghafalkan ilmu syar’i ini dengan
mengamalkannya dan ittiba’. Sebagian Salaf mengatakan, “Kami biasa memohon
bantuan dalam menghafalkan ilmu dengan cara mengamalkannya.”
Allah
Ta’ ala berfirman:
“Dan katakanlah: ‘Bekerjalah kamu, maka Allah
dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu…” (QS.
At-Taubah: 105).
6.
Sabar dalam menuntutnya.
Imam
Yahya Bin Abi Katsir berkata : “Ilmu tidak diperoleh dengan jiwa yang enak
(santai)”. ( Al-Jami’ : 1/91)
Imam
As-Syafi’I berkata: “Seseorang Tidak akan sampai pada ilmu ini sampai ia
ditimpa kefakiran (kemiskinan), dan kefaqiran tersebut lebih ia utamakan dari
pada yang lainnya”. (Siyar:10/89)
Imam
Abu Ahmad Nasr Bin Ahmad Bin Abbas Al-‘Iyadhi berkata: “Tidak akan memperoleh
ilmu ini kecuali orang yang menutup warungnya, menghancurkan sawahnya,
meninggalkan teman-temannya, dan meninggal dunia (wafat) salah satu diantara
keluarganya tetapi ia tidak bisa menghadiri jenazahnya”. (Al-Jami’ Li Adabir
Rowi no:1571)
7.
Hendaknya menghiasi dirinya dengan akhlaq yang mulia.
Imam Al-Hasan Al-Bashri berkata :
“Sesungguhnya seseorang jika menuntut ilmu, maka tidaklah berjalan beberapa
waktu kecuali akan nampak pengaruh ilmu tersebut pada khusyu’nya, mata, lisan,
tangan, sholat, dan zuhudnya”. (Al-Jami’:1/60)
8.
Senantiasa meningkatkan semangat dalam menuntut ilmu.
Imam
Ibnul Jauzi berkata: “Selayaknya bagi orang yang berakal untuk mencurahkan
semua kemampuan dia (dalam menggapai cita-cita). Jika seandainya manusia mampu
naik ke langit, maka kamu akan melihat bahwa orang yang paling hina adalah
orang yang senantiasa puas dengan bumi.
Imam
asy-Syafi’i rahimahullaah pemah mengatakan dalam sya’irnya,
9.
Mengikat ilmu dengan menulis dan sering Muroja’ah (mengulang-ulang) hafalan.
Dari
Abdullah Bin Amr, Rosulullah bersabda: “Ikatlah ilmu!”, para Sahabat berkata:
“Wahai Rosulullah apa pengikat ilmu?”. Beliau bersabda: “Tulisan”. (dihasankan
oleh Syaikh Salim Bin Ied Al-Hilali dalam Manhajul Ambiya’ Fi Tazkiyatun
Nufus:120).
Imam
Asy-Syafi’i berkata:
Ilmu
bagaikan binatang buruan sedang tulisan adalah tali kekang.
Ikatlah
binatang buruan kalian dengan tali yang kokoh lagi kencang.
10.
Berdo’a kepada Allah ta’ala agar mendapatkan ilmu yang bermanfaat.
Diantara do’a yang Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam ucapkan adalah:
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilrnu yang
bermanfaat, rizki yang halal, dan amal yang diterima.”
Juga do’a beliau shallallaahu ‘alaihi wa
sallam:
“Ya Allah, berikanlah manfaat kepadaku dengan
apa-apa yang Engkau ajarkan kepadaku, dan ajarkanlah aku apa-apa yang
bermanfaat bagiku. Dan tambahkanlah ilmu kepadaku.”
[Hadits shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi
(no. 3599]
11.
Mengajarkan ilmu yang sudah didapatkan.
Ibnu
‘Abbas (wafat th. 68 H) radhiyallaahu ‘anhuma berkata, “Lakukanlah ketaatan
kepada Allah, takutlah berbuat maksiat kepada-Nya, dan suruhlah keluarga kalian
berdzikir, niscaya Allah akan menyelamatkan kalian dari Neraka.”
12.
Menghormati gurunya.
Imam
An-Nawawi berkata: “Hendaknya orang yang ingin bertanya, ia beradab kepada
muftinya (seorang ulama yang akan ditanya) dan menghormatinya dalam berbicara
dengannya, dan hendaknya dia tidak menuding dengan jarinya kearah muka gurunya.
Demikian juga tidak boleh berkata: ‘apa yang kamu hafal tentang masalah ini?’,
atau berkata: ‘apa madzab gurumu atau Imam Syafi’i dalam masalah ini?’.
13.
Rihlah ( safar ) untuk menuntut ilmu.
Abu
Sa’id Al-Khudri berkata: “Akan datang kepada kalian manusia untuk menuntut
ilmu. Maka jika kalian nanti melihatnya, katakanlah kepada mereka:
‘Marhaban-Marhaban (selamat datang) wahai para wasiat Rosulillah’ dan
puaskanlah mereka!”. Maka ditanyakan kepada Hakam (Seorang Rowi Hadits) : ‘apa
maksud puaskanlah mereka?’ beliau berkata: “Ajarilah mereka”. (H.R Ibnu Majah
dan dishohihkan oleh Syaikh Albani dalam Shohih Ibnu Majah:201).
14.
Senantiasa menjaga adab-adab dalam mejelis.
Ibnu
Hazm rahimahullah berkata, “Apabila engkau menghadiri majlis ilmu, maka
janganlah kehadiranmu melainkan untuk menambah ilmu dan pahala, bukannya hadir
dengan kesombongan, mencari kesalahan untuk engkau sebarkan atau sesuatu yang
ganjil untuk engkau beberkan. Karena ini adalah perbuatan orang-orang yang
rendah dan tidak akan beruntung dalam ilmu selama-selamanya”.(Al-Akhlak was
Sair fi Mudaawaatin Nafus halaman 92)
15.
Mengumpulkan kitab dan gemar dalam membacanya.
Maka
dari itu hendaknya engkau kuatkan ilmumu dengan kitab, dan ketahuilah bahwa
setiap kitab saling melengkapi sehingga satu kitab tidak akan mencukupi dari
yang lainya. Dan hendaknya kamu memilih kitab-kitab yang bermanfaat, tetapi
jangan engkau penuhi perpustakaanmu dengan kitab-kitab yang akan mengotori
pikiranmu dari kitab-kitab yang tidak bermanfaat apalagi kitab-kitab Ahli
Bid’ah, karena ini semua bagaikan racun yang mematikan”. (Hilyah:75-76).
PERKARA YANG HARUS
DIJAUHI BAGI PENUNTUT ILMU
1. Menuntut
ilmu bukan karena Allah.
Dari Abu Huroiroh, Rosulullah bersabda:
“Barang siapa menuntut ilmu yang seharusnya diniatkan untuk mencari ridho
Allah, tetapi ia tidak menuntutnya kecuali karena untuk menggapai kenikmatan
dunia, maka ia tidak akan mencium bau surga di hari kiamat”. (H.R Ahmad, Abu
Dawud, dan Ibnu Majah dishohihkan oleh Hakim dan Dzahabi)
2. Meningalkan
amal.
Ali Bin Abi
Tholib berkata: “Ilmu senantiasa memanggil amal, jika amal menjawab
panggilannya maka ilmu akan diam dan tetap, tetapi jika amal tidak menjawabnya
maka ilmu tersebut akan pergi”. (Jami’ Bayanil Ilmi:2/11)
3. Perbuatan
dosa dan maksiat.
Abdullah Bin
Mas’ud berkata: “Sungguh saya mengira seseorang lupa terhadap ilmu yang pernah
ia pelajari disebabkan perbuatan dosa yang ia lakukan”. (Al-Jami’:1/196)
4. Belajar
hanya mengandalkan buku (Otodidak).
Para ulama
sejak dahulu berkata: “Barang siapa yang gurunya adalah kitabnya, maka
kesalahannya lebih banyak dari kebenaranya”. (‘Awa’iqut Tholab:26)
5. Menghabiskan
waktu tanpa faedah.
Rosullah
bersabda: “Diantara tanda kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan perkara
yang tidak ada manfaatnya”. (H.R Tirmidzi dan dihasankan oleh imam Nawawi)
6. Tergesa-gesa
untuk mendapatkan hasilnya.
Berkata
Al-Ma’mun : “Sugguh sangat aneh ketika ada salah seorang penuntut ilmu belajar
cuma tiga hari kemudian berkata: ‘saya adalah termasuk ulama ahli hadits”.
(Siyar ‘Alamun Nubala’:10/89)
7. Tidak bertahap dalam belajar ilmu.
Allah
berfirman: {Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al-Qur’an tidak
diturunkan kepadanya sekali turun saja?”. Demikianlah (Kami turunkan
berangsur-angsur) supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakanya
kepadamu secara Tartil (teratur dan benar) }. (Al-Furqon:32).
8. Sifat
sombong dan ujub.
Imam Mujahid berkata: “Tidak akan menuntut
ilmu orang yang pemalu dan orang yang sombong”. (H.R Bukhori).
9. Cinta akan
ketenaran dan menampakan dirinya sebagai orang yang berilmu.
Syaikh Utsaimin
berkata: “Dan perkara yang wajib dijauhi oleh penuntut ilmu adalah sikap
menampakan ilmunya sebelum ia menjadi orang yang layak”. (Kitabul Ilmi:81).
10. Sifat hasad
(dengki atau iri).
Syaikul Islam
berkata: “Telah dikatakan bahwa jasad tidak akan luput dari sifat hasad, tetapi
orang yang mulia senantiasa menyembunyikannya (menepisnya), sedang orang yang
hina adalah orang yang selalu menampakkanya”. (Majmu’ Fatawa:10/124-125).
11. Putus asa
dan meremehkan diri sendiri.
Imam Al-‘Askari
berkata: “Dahulu hafalan adalah perkara yang paling susah bagiku ketika saya
pertama kali menuntut ilmu, kemudian saya paksa diri untuk membiasakanya sampai
menjadi mudah bagiku, bahkan aku menghafal Sya’ir Ru’bah dalam satu malam
padahal sya’ir ini sekitar 200 bait”. ( Al-Hattsu ‘Ala Tholabil ‘Ilmi:71).
12. Taswif
(Berangan-angan belaka dan menunda waktu).
Para ulama salaf berkata: “Taswif termasuk
pasukan iblis”. (Iqtidho’ul Ilmi Al-‘Amal:114).
Ibnul Qoyyim berkata: “Sesungguhnya
angan-angan belaka adalah modal utama bagi orang-orang yang rugi”. (Madarus
Salikin:1/456-457).
13. Ta’assub
terhadap salah seorang guru atau golongan.
Sebagian orang bergabung dengan suatu
golongan, kemudian ia mengokohkan pendapat kelompok tersebut, berdalih dengan
dalil-dalil mereka walaupun terkadang dalil tersebut merupakan bantahan
terhadap mereka sendiri.
14. Memuji diri
dan bangga dengan pujian.
Para ulama
berkata: “Orang yang berakal adalah orang yang mengetahui kadar dirinya dan
tidak terpedaya dengan pujian orang-orang yang tidak mengetahuinya”. (Dzail
Thobaqot Hanabilah:1/148).
15. Tidak berkata tentang sesuatu yang belum
diketahui.
Al-Qosim Bin
Muhamad suatu ketika ditanya, maka beliau menjawab: “Saya tidak tahu”. Kemudian
beliau berkata: “Demi Allah jika seandainya seseorang hidup dalam keadaan bodoh
asalkan ia mengetahui hak-hak Allah yang wajib ia tunaikan, ini lebih mulia
dari pada orang yang berkata tentang apa yang ia tidak mengetahuinya”. ( Jami’
Bayanil Ilmi:2/53).
0 comments:
Post a Comment