Oleh: Arief Rahman Hakim/PMH 6
Bermadzhab, tidak bisa dipungkiri lagi, adalah merupakan kenyataan sosial. Madzhab tidak
bisa dipisahkan dari praktek keagamaan sehari-hari ummat Islam, bukanhanya
di Indonesia tetapi di seluruh pelosok dunia Islam.
Dalam hal ini, di tengah-tengah ummat Islam ada dua
sisi pemikiran yang bertolak belakang dalam mensikapi madzhab. Satu sisi memandang
bahwa taqlid pada madzhab tertentu perlu bagi setiap muslim. Sisi pemikiran lain
memandang bahwa bermadzhab merupakan perbuatan bid’ah yang diada-adakan dan tidak
mempunyai dasar hukum yang kuat. Kelompok pertama menyatakan bahwa pintu ijtihad
telah tertutup, sedang kelompok kedua menyarankan perlunya dibuka kembali pintu
ijtihad, karena merupakan kebutuhan yang tidak bisa dihindari.
Mazhab (مذهب) dari sudut bahasa berarti “jalan” atau “the way of”.Dalam Islam,
istilah mazhab secara umumnya digunakan untuk dua tujuan: dari sudut akidah dan
dari sudut fiqh.
Mazhab akidah ialah apa yang
bersangkut-paut dengan soal keimanan, tauhid, qadar dan qada’, hal ghaib, kerasulan dan
sebagainya. Antara contoh mazhab-mazhab akidah Islam ialah Mazhab Syi‘ah, Mazhab Khawarij,
Mazhab Mu’tazilah dan Mazhab Ahl al-Sunnah wa
al-Jama‘ah. Setiap daripada kumpulan mazhab akidah
ini mempunyai mazhab-mazhab fiqhnya yang tersendiri. Mazhab fiqh ialah apa yang
berkaitan dengan soal hukum-hakam, halal-haram dan sebagainya. Contoh Mazhab
fiqh bagi Ahl al-Sunnah wa al-Jama‘ah ialah Mazhab Hanafi,
Mazhab Maliki, Mazhab al-Syafi‘e dan Mazhab Hanbali.
Sikap dewasa yang tepat dalam beragama adalah dengan meneladani adab generasi salaf dari para shahabat,
tabi’in dan tabi’ittabi’in yang Rasulullah SAW sendiri telah bersaksi bahwa sebaik-baik zamana dalah zaman beliau dibangkitkan (shahabah), kemudian zaman orang-orang yang menyusul
(tabi’iin), dan kemudian zamanya orang-orang yang dating menyusul (tabi’tabi’iin).
Beberapa sikap yang tidak proporsional dalam bermadzhab berikut ini perlu dihindari:
a. Fanatik bertaqlid buta pada madzhab fiqih tertentu,
padahal jelas bahwa para imam madzhab tersebut bukanlah orang-orang yang
ma’shum (terjaga dari kesalahan).
b.
Menggampangkan ayat-ayat
al-qur’an dan teks-teks hadist sebagai barang mainan bagi orang-orang yang tidak mempunyai kapasitas keahlian dalam menyimpul kan hukum.
Maka sikap dewasa yang bijak adalah tawassut, seperti yang difirmankan Allah
SWT :
“Dan demikianlah, Kami telah menjadikan kamu
sebaga iummat pertengahan, agar kaumu menjadi saksi atas munusia, dan Rarulullah
menjadi saksi atasmu”
Sikap tawassut ini biasa dirumuskan sebagai berikut :
“ Bagi setiap muslim yang belum mempunyai kemampuan untuk meneliti dalil-dalil hokum fiqih,
hendaknya ia mengikuti (ittiba’) kepada salah satu imam dari antara aimmah mujtahidin, dan sebaiknya ia terus berusaha untuk memahami dalil-dalil
yang menjadi landasan pendapat imamnya tersebut. Dengan syarat ia harus terbuka untuk dalil-dalil
yang kuat dan benar. Selanjutnya ia supaya terus meningkatkan dirinya agar menjadi orang ahli ilmu, syukur bila sampai pada derajat mujtahid”.
Ada beberapa kesalahan yang perlu dicermati dalam kajian ilmu fiqih
:
a. Fanatik pada madzhab tertentu, tidak melihat adanya kebenaran selain dari madzhabnya sendiri.
b. Membencib fiqih dari sumber aslinya (fiqhussunnah) atau yang bersumber dari al-Qur’an.
c. Menolak kajian al-Qur’an dan As-Sunnah, demi fiqih madzhabi yang diyakininya.
d. Menolak mentah-mentah fiqih madzhab dengan alasan kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah saja.
Para imam
mujtahid telah berjasa besar dengan karya
monumental mereka menyusun qowa’idul istimbat bahkan termasuk himpunan hukum-hukum sebagai kesimpulan ijtihad mereka. Dengan semua itu mereka telah memudahkan banyak kaum muslimin
dalam memahami agamanya dengan praktis dan simple. Dan kenyataannya adalah bahwa
mayoritas ummat ini adalah orang-orang awam yang sangat bergantung pada fiqih madzhab.
Karena itu mereka patut mendapat penghargaan yang semestinya.
Tidak dipungkiri lagi bahwa setiap muslim berkewajiban
untuk kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam memahami hukum-hukum Islam,
dan dalam menyelesaikan perselisihan-perselisihan diantara mereka, hanya saja cara
kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah tersebut ada dua macam :
a. Dengan cara langsung,
cara ini berlaku bagi mereka yang telah memenuhi persyaratan ijtihad.
b. Dengan cara tidak langsung (bertanya kepada ahlinya) bagi mereka yang belum mampu berijtihad.
(An-Nahl : 43).
Karena itu maka ijtihad tidak perlu dipandang sebagai barang tabu, justru ijtihad merupakan salah satu keistimewaan ajaran Islam yang dinamis dan tidak pernah ketinggalan zaman. Demikian
pula taqlid, tidak perlu diperangi secara apriori. Karena taqlid merupakan tangga
pertama orang-orang awam yang tidak bisa berlepas diri darinya untuk memahami ajaran
Islam. Dalam hal ini jelas sekali bahwa dibolehkannya taqlid merupakan bentuk dari
kelapangan ajaran Islam dan rahmah. Allah tidak menjadikan dalam agama ini kesulitan.
Yang tercela adalah bila seseorang bertaqlid buta, fanatik, tidak mau menerima pendapat
lain meskipun lebih kuat dan tidak berusaha untuk meningkatkan diri menjadi muttabi’
(mengikuti dengan memahami dalil)[1]
kaum terpelajar yang sembrono saat ini, yang mengkaji
literatur
Tips Merencakan Suatu Tujuan
Memiliki tujuan spesifik dalam
karir dapat membantu Anda lebih focus yang membantu menyelesaikan pekerjaan dengan
serius, dan memperhitungkan dengan tepa tapa yang ingin dilakukan.
Sementara kurang menentukan
tujuan akan menjadi masalah serius dalam jangka panjang dan menggangu prospek karir
dikemudian hari. Kemampuan mungkin mulai stagnan,
atau Anda mungkin merasa seolah-olah tidak akan mencapai sesuatu dalam pekerjaan..
Berikut beberapa tips menentukan tujuan yang membantu Anda mencapais ukses dalam karir juga aspek lain dalam kehidupan:
¨
Yakinlah tujuan dapat tercapai
Tujuan yang efektif dan realistis pastilah lebih mudah dicapai meskipun mungkin diperlukan suatu trik untuk meyakinkan bahwa tujuan tersebut dapat dicapai.Yakinlah anda merasa tertantang sehingga tujuan dapat membawa ketingkat berikutnya. Jika anda menentukan tujuan yang terlalu tinggi dan berharap sempurna,
anda pun harus memperiapkan diri sendiri menerima kegagalan.
¨
Buat tujuan bersifat pribadi
Tujuan sebaiknya menjadi milik Anda bukan milik orang lain bahkan ketika tujuan muncul dalam dunia karir.
Petunjuk ketika memikirkan tujuan seharusnya seperti “Saya ingin…,”
bukan “saya harus…,”
atau “saya perlu….”
Penting juga untuk membuang rasa pesimis atau perasaan negative ketika mulai menentukan tujuan. Ini artinya jangan membuat tujuan
yang tidak ingin dilakukan.
¨
Mengawasi tujuan
Buatlah susunan tujuan untuk memudahkan menjalankan dan mengerjakannya dengan serius tiap hari. Tujuan tersebut perlu juga diawasi. Anda tidak
selalu dapat mengawasi siapa yang atasan atau rekan pikirkan tentang anda,
tetapi anda dapat mengawasi betapa kerasnya anda bekerja.
¨
Memiliki suatu rencana
Memiliki rencana spesifik mengenai bagaimana menjalankan tujuan, itu artinya anda hampir dekat untuk mendapatkannya. Tulislah tujuan
dan pelajari setiap kemajuan dan catat setiap implementasi tujuan sekecil apapun.
Segera anda akan dapat mengukur kemajuan, ini memudahkan menentukan impian dan
capaian yang sedang anda kerjakan.
¨
Tentukan batas waktu
Jangan lupa untuk membuat batas waktu dalam setiap tujuan
yang anda implementasikan. Jika anda tidak membuat batas waktu,
anda tidak akan pernah mendapatkan diri anda dalam usaha mencapai tujuan tersebut.
Tanpa batas waktu,
suatu tujuan hanya menjadi angan-angan,
dan anda akan berkahir dengan perasan frutasi.
[1]Ust.
H. Ahmad Suharto, S.Ag, PERBANDINGAN MADZAHIB ARBA’AH DAN CARA MENSIKAPINYA,
Pondok Modern GontorTigaDarulMa’rifatSumbercangkringGurah Kediri, h.11-13
0 comments:
Post a Comment