Sunday, September 8, 2013

Nilai Keikhlasan dan Perusaknya

Priyo Nandang Subagiyo/ PAI 6
Pentingnya amalan hati

Secara umum amalan hati lebih penting dan ditekankan daripada amalan lahiriyah. Ibnu Taymiyah mengatakan:”Bahwasanya ia merupakan pokok keimanan dan landasan utama  agama, seperti mencintai Allah Subhannahu wa Ta’ala dan rasulNya, bertawakal kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala , ikhlas dalam menjalankan agama semata-mata karena Allah Subhannahu wa Ta’ala , bersyukur kepadaNya, bersabar atas keputusan atau hukumNya, takut dan berharap kepadaNya”. Imam Ibnu Qayyim juga pernah berkata: “Amalan hati merupakan hal yang pokok dan utama, sedangkan anggota badan adalah pengikut dan penyempurna. Sesungguhnya niat ibarat ruh, dan gerakan anggota badan adalah jasadnya. Jika ruh itu terlepas maka matilah jasad”.


Kedudukan Ikhlas

Ikhlas merupakan hakikat dari agama dan kunci dakwah para rasul Shallallaahu ‘alaihi wa Salam . Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman, artinya: ” Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan (ikhlas) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan meunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. 98:5) Juga firmanNya yang lain, artinya: “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS. 67:2)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu beliau berkata: ‘Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam bersabda, Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman, artinya: “Aku adalah Tuhan yang tidak membutuhkan persekutuan , barang siapa melakukan suatu per-buatan yang di dalamnya menyekutukan Aku dengan selainKu maka Aku tinggalkan dia dan juga sekutunya.” (HR. Muslim).
Dengan demikian suatu ketaatan jika dilakukan dengan tidak ikhlas dan jujur terhadap Allah, maka amalan itu tidak ada nilainya dan tidak berpahala, bahkan pelakuknya akan menghadapi ancaman Allah yang sangat besar. Sebagaimana dalam hadits, bahwa manusia pertama yang akan diadili pada hari kiamat nanti adalah orang yang mati syahid, namun niatnya dalam berperang adalah agar disebut pemberani. Orang kedua yang diadili adalah orang yang belajar dan mengajarkan ilmu serta mempelajari Al Qur’an, namun niatnya supaya disebut sebagai qori’ atau alim. Dan orang ketiga adalah orang yang diberi keluasan rizki dan harta lalu ia berinfak dengan harta tersebut akan tetapi tujuannya agar disebut sebagai orang yang dermawan. Maka ketiga orang ini bernasib sama, yakni dimasukkan kedalam Neraka. (na’udzu billah min dzalik).

Pengertian Ikhlas

Ada beberapa pengertian ikhlas,  diantarnya:
  1. Semata-mata bertujuan karena Allah ketika melakukan ketaatan.
  2. Ada yang mengatakan ikhlas ialah membersihkan amalan dari ingin mencari perhatian manusia.
  3. Sebagian lagi ada yang mendefinisikan bahwa orang yang ikhlas ialah orang yang tidak memperdulikan meskipun seluruh penghormatan dan peng-hargaan hilang dari dirinya dan berpindah kepada orang lain,karena ingin memperbaiki hatinya hanya untuk Allah semata dan ia tidak senang jikalau amalan yang ia lakukan diperhatikan oleh orang,walaupun perbuatan itu sepele.
Ditanya Sahl bin Abdullah At-Tusturi, Apa yang paling berat bagi nafsu? Ia menjawab: “Ikhlas, karena dengan demikian nafsu tidak memiliki tempat dan bagian lagi.” Berkata Sufyan Ats-Tsauri: “Tidak ada yang paling berat untuk kuobati daripada niatku, karena ia selalu berubah-ubah.”

Perusak-perusak Keikhlasan

Ada beberapa hal yang bisa merusak keikhlasan yaitu:
  1. Riya’ ialah memperlihatkan suatu bentuk ibadah dengan tujuan dilihat manusia, lalu orang-orangpun memujinya.
  2. Sum’ah, yaitu beramal dengan tujuan untuk didengar oleh orang lain (mencari popularitas).
  3. ‘Ujub, masih termasuk kategori riya’ hanya saja Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah membedakan keduanya dengan mengatakan bahwa: “Riya’ masuk didalam bab menyekutukan Allah denga makhluk, sedang ujub masuk dalam bab menyekutukan Allah dengan diri-sendiri. (Al fatawaa, 10/277)
Disamping itu ada bentuk detail dari perbuatan riya’ yang sangat tersembunyi, atau di sebut dengan riya’ khafiy’ yaitu:
1.      Seseorang sudah secara diam-diam melakukan ketaatan yang ia tidak ingin menampakkannya, akan tetapi selalu menginginkan keistimewaan.
  1. Menjadikan ikhlas sebagai wasilah (sarana) bukan maksud dan tujuan. sebagian ahli ilmu, berkata:  “Sesungguhnya kamu ikhlas hanya untuk mendapatkan hikmah, dan ikhlasmu itu bukan karena Allah semata.
Cara-cara mengobati riya’
  1. Harus menyadari sepenuhnya , bahwa kita manusia ini semata-mata adalah hamba.
  2. Menyaksikan pemberian Allah, keutamaan dan taufikNya, sehingga segala sesuatunya diukur dengan kehendak Allah bukan kemauan diri sendiri.
  3. Selalu melihat aib dan kekurangan diri kita, merenungi seberapa banyak bagian dari amal yang telah kita berikan untuk hawa nafsu dan syetan.
  4. Takut akan murka Allah, ketika Dia melihat hati kita selalu dalam keadaan berbuat riya’.
  5. Memperbanyak ibadah-ibadah yang tersembunyi seperti qiyamul lail, shadaqah sirri, menagis karena Allah dikala menyandiri dan sebagainya.
  6. Mengingat kematian, kubur dan kedahsyatannya, hari akhir dan huru-haranya.
  7. Mengenal riya’, pintu-pintu masuk dan kesamarannya, sehingga bisa terbebas darinya.
  8. Melihat akibat para pelaku riya’ baik di dunia maupun di akhirat.
  9. Meminta pertolongan dan perlindungan kepada Allah dari perbuatan riya’dengan membaca doa:”Ya Allah aku berlindung kepadamu dari berbuat syirik padahal aku mengetahui,dan aku mohon ampun atas apa-apa yang tidak ku ketahui.”

Ciri-ciri Orang Yang Matang Beragama Islam

Menurut al-Qur’an dan Sunnah

Kriteria yang diberikan oleh Al-Qur'an bagi mereka yang dikategorikan orang yang matang beragama Islam cukup bervariasi. Seperti pada sepuluh ayat pertama pada Surah Al-Mu'minun dan bagian akhir dari Surah Al-Furqan.
(1)Mereka yang khusyu' shalatnya. (2) Menjauhkan diri dari (perbuatan-perbuatan) tiada berguna. (3) Menunaikan zakat. (4) Menjaga kemaluannya. (5) Jauh dari perbuatan melampaui batas. (6) Memelihara amanat dan janji yang dipikulnya. (7) Memelihara shalatnya (QS. Al-Mu'minun : 1 - 10) (8) Merendahkan diri dan bertawadlu'. (9) Menghidupkan malamnya dengan bersujud (Qiyamullail). (10) Selalu takut dan meminta ampunan agar terjauh dari api neraka. (11) Membelanjakan hartanya secara tidak berlebihan dan tidak pula kikir. (12) Tidak menyekutukan Allah, tidak membunuh, tidak berzina. (13) Suka bertaubat, tidak memberi persaksian palsu dan jauh dari perbuatan sia-sia, memperhatikan Al-Qur'an, bersabar, dan mengharap keturunan yang bertaqwa (QS. Al-Furqan : 63 - 67). (14) Merasa puas dengan pemberian atau karunia Allah SWT meskipun terasa sedikit. (15) Persiapan untuk menjelang kematian dengan meningkatkan kualitas keimanan dan amal shaleh.


Sedangkan Ibnul Qoyyim, ulama abad ke 7, menyebutkan 9 kriteria bagi orang yang matang beragama Islamnya.
  1. Dia terbina keimanannya yaitu selalu menjaga fluktualitas keimanannya agar selalu bertambah kualitasnya.
  2. Dia terbina ruhiyahnya yaitu menanamkan pada dirinya kebesaran dan keagungan Allah serta segala yang dijanjikan di akherat kelak, sehingga dia menyibukkan diri untuk meraihnya.
  3. Dia terbina pemikirannya sehingga akalnya diarahkan untuk memikirkan ayat-ayat Allah Al-Kauniyah (cipataan-Nya) dan Al-Qur'aniyah (firman-Nya).
  4. Dia terbina perasaannya sehingga segala ungkapan perasaan ditujukan kepada allah, senang atau benci, marah atau rela, semuanya karena Allah.
  5. Dia terbina akhlaknya dimana kepribadiannya di bangun diatas pondasi akhlak mulia sehingga kalau berbicara dia jujur, bermuka manis, menyantuni yang tidak mampu, tidak menyakiti orang lain dan berbagai akhlak mulia.
  6. Dia terbina kemasyarakatannya karena menyadari sebagai makhluk sosial.
  7. Dia terbina kemauannya sehingga mendorongnya selalu beramal shaleh.
  8. Dia terbina kesehatan badannya karena itu dia memberikan hak-hak badan untuk ketaatan kepada Allah.
Dia terbina nafsu seksualnya yaitu diarahkan kepada perkawinan yang dihalalkan Allah SWT sehingga dapat menghasilkan keturunan yang shaleh dan bermanfaat bagi agama dan negara. 

0 comments:

Post a Comment