Oleh: Agus Triyanto /PAI 5
Tak
terasa lama sudah kita jalani hidup sebagai manusia di muka bumi ini. Hari demi
hari, minggu demi minggu hingga tahun demi tahun dan tanpa kita sadari tinggal
berapa lagi dari umur kita yang telah ditentukan yang masih tersisa. tetapi
adakah hidup yang telah kita jalani sepanjang ini telah berarti?, dan apakah
hidup kita selama ini adalah demi hidup yang semestinya hidup, bukan sekedar
hidup?. Sejenak marilah kita renungan!
Kita
hidup sebagai manusia maka kita adalah manusia yang hidup. Di mana hidup
berarti berkehendak, bergerak, dan berbuat adapun yang tidak demikian adanya
berarti tidak hidup melainkan mati. Sedangkan manusia adalah ciptaan
sebagaimana ciptaan lainnya, di mana telah kita ketahui bahwasanya kalau lah
ada yang diciptakan berarti pasti ada yang menciptakan. Sebagaimana adanya
pisau karena adanya pandai besi, adanya nasi karena adanya petani, adanya
gedung tinggi karena adanya kuli dan seterusnya yang keseluruhannya adalah
merupakan ciptaan Sang Maha Pencipta dialah Allah SWT yang maha segalanya. Ia
ciptaan seluruh alam semesta ini demi mengabdi kepadanya begitu pula kita yang dengan kelebihan-kelebihan yang ada
telah diamanahkan kepada kita untuk menjadi kholifah di muka bumi ini setelah
sebelumnya para makhluk lainnya menyatakan ketidaksangggupan mereka untuk
mengemban tugas tersebut. Dari pada itu hiduplah kita sebagai manusia dan
jadilah kita manusia yang hidup. Akan tetapi kiranya apa yang harus kita perbuat
untuk menyatakan bahwa kita adalah manusia yang hidup?
Orang-orang yang beriman hidupnya
tidak untuk hidup, tapi hidupnya untuk maha hidup, hidupnya bukan untuk mati,
tapi mati justru itu untuk hidup, dia tidak takut mati, dia tidak lupakan mati,
tapi ia rindukan mati, mengapa? Karena mati bukanlah wafat, dan mati
satu-satunya pintu berjumpa dengan Allah.
Terlebih
dahulu hendaklah kita pahami apa hakekat hidup bagi kita manusia yang tak lain
adalah sebagaimana difirmankan Allah SWT
Yang
artinya :“tidaklah aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi (
beribadah ) kepadaku”. ( Q. S. Adz-zariyat : 56
).
Apapun
propesi kita, entah itu jadi petani, mahasiswa, guru, dosen dari jabatan yang
paling rendah sampai jabatan yang paling tinggi sekalipun, kita harus selalu
ingat bahwasannya hakekat hidup kita adalah untuk beribadah. Kita hidup itu
untuk bermanfaat, bukan hanya memanfaatkan hidup, apalagi hidup yang dimanfaatkan.
Jadi
mengahambakan diri hanya kepada Allah dengan selalu berbuat menurut kehendaknya
semata, tidak lain. Kita bukanlah budak diri kita sendiri, kita bukan budak
orang lain, penguasa, pemerintah ideologi, opini, ilmu pengetahuan, teknologi,
budaya, lingkungan, tidak! melainkan kita adalah budak bagi Allah SWT, budak yang
selalu hanya mengharap dengan cinta, kasih sayang serta ridhonya.
Demikianlah
perihal kehidupan kita manusia yang darinya dapat kita pahami bahwa kita
manusia begitu di percaya, dikedepakan, ditinggikan dan dimuliakan Allah atas
makhluk lainnya dengan segala apa yang telah dilimpahkan kepada kita. Akan
tetapi adakah kita telah menjadi hamba Allah yang bersyukur? Adakah kita telah
mensyukuri semua itu dengan memanfaatkannya secara benar menurut apa yang
dikehendaki oleh Allah SWT? marilah kita
renungkan sejenak.
Betapa
banyak dan betapa sering kehancuran terjadi dimuka bumi ini. Kejahatan,
kedzaliman, kemunafikan, kerugian, kehilanga, kesedihan, yang berakhir dengan
tetesan darah dan derai air mata telah melanda dimana-mana setiap saat hadir
mengahampiri setiap lapisan masyarakat, para penguasa, rakyat biasa, kaum
berada, yang sengsara, ilmuwan, terbelakang, hingga agamawan apalagi yang tidak
mengenal agama. Sehingga menimbulkan keraguan akan fungsi agama bahkan
ketidakpercayaan akan agama. Tetapi mengapa agama yang menjadi kambing hitam,
mengapa agama yang disalahkan. Agama tidak bersalah, islam adalah benar tetapi
umatnyalah yang sering bersalah dan menyalahi agama hingga akhirnya menyalahkan
agama islam itu sendiri. Sadarkah kita akan apa yang telah diamanahkan kepada
kita bahwa kitalah yang bertanggung jawab mewarnai bumi tuhan ini sehingga bila
terjadi segala bentuk kerusakan maka itu semua adalah akibat dari perbuatan
kita sendiri.
Seperti
yang difirmankan Allah yang artinya: Telah timbul kerusakan di darat dan dilaut
dikarenakan ulah perbuatan tangan-tangan manusia. ( QS. Arrum : 41 ).
Dan
kalaulah kita teliti lebih lanjut ternyata kesemuanya itu adalah diawali dari
bagaimana hati tiap-tiap manusia itu sendiri. Dari hati yang kemudian merasuk
keakal pikiran hingga akhirnya terungkap dengan tindakan-tindakan anggota tubuh
lainnya. Sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW pada hadist Nu'mah bin basyir :
Yang
artinya: “Ingatlah didalam tubuh ada segumpal daging, apabila ia baik maka
tubuh semuanya menjadi baik dan apabila ia binasa maka tubuh semuanya menjadi
binasa. Ketahuilah! Ia adalah hati. (hadits riwayat : muttafaqun alaih)
Betapa
hati sangat berpengaruh dalam menentukan dan membentuk pribadi tiap orang, maka
suatu keharusan bagi tiap kita untuk berusaha menjaga keadaan, kesehatan dan
kebaikan hati, yang semua itu menuntut kita untuk selalu menghadirkan Allah
kedalam relung hati kita. Seharusnyalah kita selalu mengingat Allah yang selalu
tak pernh lupa apalagi meninggalkan kita bagaimanapun kita adanya karena dengan
selalu berdzikir mengingat, menyebut, mengharapkan serta merasakan kehadirannya
maka terjagalah kita dari segala hal yang mengganggu keadaan hati kita.
(orang-orang
yang beroleh hidayah dan bertaubat ) ialah mereka yang beriman dan hati mereka
menjadi tenteram dengan selalu berdzikir mengingat Allah. Hanya dengan
berdzikir nengingat Allah hati menjadi tentram ( Q.S. Ara'd 28 )
Hati
menjadi tenang, damai tidak gelisah sehingga menjernihkan pikiran dan
menghasilkan perbuatan yang dapat diterima baik dalam hubungan kepada Allah
maupun antar sesama manusia.
Adapun
kebalikannya bila seseorang lalai, lengah atau bahkan meninggalkan dzikir
mengingat Allah sebagaimana yang difirmankan Allah SWT yang artinya; Barang siapa yang
melengahkan dzikir mengingat Allah yang maha pengasih maka Allah akan
menjadikan syeitan sebagai temannya. ( Q.S. Az-zukhruf : 36)
Dimana
ketika syeitan telah menjadi pendamping bagi seseorang dalam perjalanan
hidupnya maka kejahatan apa yang kiranya tidak dapat terjadi? Segala macam
penyakit hati seperti iri, dengki, tamak, fitnah, sombong dan lainnya
berkecamuk dalm bathinnya serta segala macam kejahatan nampak nyata dalam
tingkah laku lahirnya. Sehingga segala macam dosa baik besar maupun kecil
diperbuat dengan begitu saja tanpa pernah ada penyesalan darinya, demikian
adanya dikarenakan, syaitan telah menguasai mereka, lalu membuat mereka lupa
berdzikir menyebut Allah. ( Q. S. Al-mujadalah :19)
Na'udzubillah
tsumma na'udzubillah
Hendaklah
kita senantiasa terus - menerus berdzikir mengingat Allah dalam kehidupan kita
sehari-hari dengan tidak pernah lalai, lengah atau meninggalkannya karena yang
demikian merupakan upaya untuk mensucikan diri serta menyelamatkannya dari
bisikan-bisikan syeitan yang terkutuk.
Wallahu A'lam
ISID, Kampus Siman, 11 Oktober 2013
0 comments:
Post a Comment